Dalam surat yang diklaim sebagai hasil keputusan bersama semua pengurus RT dan tokoh masyarakat dari mulai RT 01 sampai RT 05 di lingkungan RW 03 Bangkingan itu, disebutkan bahwa, “Barang siapa yang mendirikan rumah selain warga pribumi wajib membayar iuran untuk kas RT Rp 500.000 dan kas RW Rp 500.000."
Selain itu, “Barang siapa yang mendirikan perusahaan (PT) selain warga pribumi wajib membayar untuk kas RT Rp 2.500.000 dan kas RW Rp 2.500.000.” Aturan yang berisi 21 poin aturan ini kontan memicu polemik karena dinilai diskriminatif terutama pada warga nonpribumi.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpol Linmas) Kota Surabaya Eddy Cristijanto mengatakan bahwa aturan kesepakatan warga tersebut tidak dapat dilaksanakan apabila belum ada evaluasi dari lurah.
Eddy mengaku juga baru mengetahui apabila dalam isi kesepakatan tersebut ada kata pribumi dan nonpribumi. “Harus ada evaluasi lurah. Artinya, keputusan dari RW 03 Bangkingan ini belum bisa dilaksanakan sebelum ada evaluasi dari lurah,” katanya, Rabu (22/1).
Menurut Eddy, keputusan tersebut harus diserahkan kepada Lurah selama 7 hari sejak disampaikan ke lurah Bangkingan. “Kalau aturan itu tidak diserahkan kepada lurah, justru tidak akan berlaku atau tidak bisa diterapkan,” imbuhnya.
Selain itu, kata pribumi dan nonpribumi menurut dia juga sangat sensitif ketika digunakan. Sehingga harus lebih berhati-hati untuk menyebutkan kata-kata tersebut. Namun tanpa bermaksud mendiskreditkan salah satu pihak, ia mengatakan sebenarnya hal tersebut adalah biasa jika bermaksud merujuk pada warga setempat dan warga pendatang. “Sebenarnya, masalah yang dimaksudkan pribumi dan nonpribumi adalah warga penduduk setempat dan warga pendatang,” imbuhnya.
Langkah ke depan yang akan dilakukan, kata Eddy, setiap musyawarah yang dilakukan RT/RW sah asalkan didasarkan atas musyawarah warga setempat. Namun pelaksanaannya harus melalui evaluasi lurah setempat. Ini jika melihat pada pelaksaanan Perda Nomor 4 tahun 2017 tentang pedoman pembentukan lembaga pemberdayaan masyarakat kelurahan, rukun warga dan rukun tetangga.
“Jadi apabila berbunyi pungutan, tetap harus mendapatkan evaluasi dari lurah. Evaluasi harus disesuaikan dengan kondisi sosial masyarakat setempat, sehingga lurah bisa mengevaluasi,” terangnya.
Sementara itu, Camat Lakarsantri Harun Ismail mengaku mengetahui surat tersebut viral di medsos. Menurutnya, surat keputusan itu kembali ke aturan, dengan melihat perda yang mengatur terkait dengan dana swadaya masyarakat.
“Jadi itu memang diawali mufakatnya warga kemudian diajukan ke lurah untuk dievaluasi. Tentu saja mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi warga setempat. (Tapi) Itu belum ada tahap sampai ke situ (evaluasi lurah),” katanya saat dikonfirmasi.
Terkait dengan perbedaaan nilai iuran antara warga setempat dengan pendatang (pribumi dengan nonpribumi), menurutnya, perlu dipertimbangkan. “Wah, susah saya kalau disuruh menilai itu. Karena saya enggak tahu pertimbangan mereka apa. Yang jelas di aturan itu tadi, kalau kita kembali ke perda, ya jelas kalau bicara aturan seharusnya tidak boleh seperti itu (diskriminatif, Red),” katanya.
Harun menjelaskan bahwa di perda ada pasal yang bunyinya pendapatan lain yang sah tapi tidak mengikat. “Artinya, kalau itu mereka menarik iuran sesuai kesepakatan, angkanya itu kan tidak mengikat sesuai kondisi sosial ekonomi masing-masing masyarakat,”pungkasnya. (rmt/jay)
(sb/rmt/jay/JPR)
"viral" - Google Berita
January 22, 2020 at 07:43AM
https://ift.tt/2NRalOG
Viral di Medsos, Edaran RW 03 Bangkingan Harus Atas Evaluasi Lurah - Jawa Pos
"viral" - Google Berita
https://ift.tt/31KOwoV
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Viral di Medsos, Edaran RW 03 Bangkingan Harus Atas Evaluasi Lurah - Jawa Pos"
Post a Comment